Pengertian Tauhid dan Jenis-Jenisnya dalam Islam



Pengertian tauhid apabila ditinjau dari segi bahasa atau etimologi merupakan bentuk kata mashdar dari asal kata kerja lampau yaitu wahhada yuwahhidu wahdah yang memiliki arti mengesakan atau menunggalkan, dikutip dari buku Studi Ilmu Tauhid/Kalam oleh Mulyono dan Bashori.

Dengan demikian, secara bahasa pengertian tauhid adalah ilmu yang membahas tentang Allah SWT yang Maha Esa. Karena, arti kata tauhid adalah mengesakan, dengan dimaksud mengesakan Allah SWT adalah dzat-Nya, asma-Nya dan af’al-Nya. Jadi, ilmu tauhid mempelajari bahwa Allah SWT adalah Esa, Tunggal, Satu.

Pengertian ini sejalan dengan pengertian tauhid yang digunakan dalam bahasa indonesia, yaitu “keesaan Allah”, dan mentauhidkan berarti “mengakui akan keesaan Allah mengesakan Allah”.Tauhid adalah bagian paling penting dari keseluruhan subtansi aqidah ahlus sunnah wal jamaah.

Bagian ini harus dipahami secara utuh agar maknanya yang sekaligus mengandung klasifikasi jenis-jenisnya dapat terealisasi dalam kehidupan. Berikut adalah penjelasan selengkapnya mengenai tauhid yang perlu dipelajari, dilansir dari berbagai sumber.

Pengertian Tauhid

Ditinjau dari buku Teologi Islam Ilmu Tauhid karya Drs Hadis Purba dan Drs. Salamuddin, terdapat beberapa pengertian tauhid yang telah dikemukakan oleh para ahli. Beberapa definisi atau pengertian tauhid tersebut antara lain;


1. Menurut Syaikh Muhammad Abduh (1926:4), dikemukakan bahwa "Ilmu tauhid adalah suatu ilmu yang membahas tentang wujud Allah, tentang sifat-sifat yang wajib disifatkan kepada-Nya, sifat-sifat yang sama sekali wajib dilenyapkan daripada-Nya, juga membahas tentang rasul-rasul-Nya, meyakinkan kerasulan mereka, sifat-sifat yang boleh ditetapkan kepada mereka, dan apa yang terlarang dinisbatkan kepada mereka."


2. Husain Affandi al-Jisr (tt:6) mengemukakan bahwa "Ilmu tauhid adalah ilmu yang membahas tentang hal-hal yang menetapkan akidah agama dengan dalil-dalil yang meyakinkan."


3. Ibnu Khaldun (tt:458) mengemukakan bahwa "Ilmu tauhid berisi alasan-alasan dari aqidah keimanan dengan dalil-dalil aqliyah dan alasan-alasan yang merupakan penolakan terhadap golongan bid'ah yang dalam bidang aqidah telah menyimpang dari mazhab salaf dan ahlus sunnah."

4. M.T. Thair Abdul Muin (tt:1) menyampaikan bahwa "Tauhid adalah ilmu yang menyelidiki dan membahas soal yang wajib, mustahil dan jaiz bagi Allah dan bagi sekalian utusan-Nya; juga menguoas dalil-dalil yang mungkin cocok dengan akal pikiran sebagai alat bantu untuk membuktikan adanya Zat yang mewujudkan."


Masih banyak sekali definisi atau pengertian tauhid yang telah dikemukakan oleh para ahli. Meski susunan kata-kata atau redaksi dari penjabaran mereka tidak sama, namun semuanya memiliki kesamaan yakni masalah tauhid berkisar pada persoalan-persoalan yang berhubungan dengan Allah SWT, rasul-rasul-Nya, dan hal-hal yang berkenaan dengan kehidupan manusia setelah mati.

Jenis-Jenis Tauhid

Tauhid merupakan bagian paling penting dari keseluruhan substansi aqidah ahlus sunnah wal jamaah. Bagian ini harus dipahami secara utuh agar maknanya yang sekaligus mengandung klarifikasi jenis-jenisnya, dapat terealisasi dalam kehidupan.


Dalam kaitan ini tercakup dua hal. Pertama, memahami ajaran tauhid secara teoritis berdasarkan dalil-dalil al-Qur’an, sunnah dan akal sehat. Kedua, mengaplikasikan ajaran tauhid tersebut dalam kenyataan sehingga ia menjadi fenomena yang tampak dalam kehidupan manusia.

Secara teoritis, tauhid diklarifikasikan dalam tiga jenis, yakni;


Tauhid Rububiyah

Tauhid Uluhiyah

Tauhid Asma’Wash-Shifat

Berikut penjelasan selengkapnya mengenai masing-masing jenis tauhid tersebut.

1. Tauhid Rububiyah

Jenis tauhid yang pertama adalah tauhid Rubibiyah. Rububiyah adalah kata yang dinisbatkan kepada salah satu nama Allah Swt, yaitu ‘Rabb’. Nama ini mempunyai beberapa arti antara lain: al-murabbi (pemelihara), an-nasir (penolong), al-malik (pemilik), al-mushlih (yang memperbaiki), as-sayyid (tuan) dan al-wali (wali). 


Dalam terminologi syari’at Islam, istilah tauhid rububiyah berarti: “percaya bahwa hanya Allah-lah satu-satunya pencipta, pemilik, pengendali alam raya yang dengan takdir-Nya ia menghidupkan dan mematikan serta mengendalikan alam dengan sunnah-sunnah-Nya”, dilansir dari Pengantar Studi Aqidah Islam oleh Muhammad Ibrahim Bin Abdullah Al-Buraikan.

Tauhid rububiyah mencakup dimensi-dimensi keimanan berikut ini;


Beriman kepada perbuatan-perbuatan Allah yang bersifat umum. Misalnya, menciptakan, memberi rizki, menghidupkan, mematikan, menguasai.

Beriman kepada takdir Allah.

Beriman kepada zat Allah.

2.  Tauhid Uluhiyah


Jenis tauhid yang kedua adalah tauhid Uluhiyah. Kata Uluhiyah diambil dari akar kata 'ilah' yang berarti 'yang disembah' dan 'yang ditaati'. Karena ini digunakan untuk menyebut sembahan yang hak dan yang batil. Pemakaian kata lebih dominan digunakan untuk menyebut sembahan yang hak sehingga maknanya berubah menjadi: Dzat yang disembah sebagai bukti kecintaan, penggunaan, dan pengakuan atas kebesaran-Nya.


Dengan demikian kata ilah mengandung dua makna: pertama adalah ibadah; kedua adalah ketaatan, dikutip dari buku Filsafat Pendidikan Islam oleh Hasan Basri.Pengertian tauhid Uluhiyah dalam terminologi syari’at Islam sebenarnya tidak keluar dari kedua makna tersebut. Maka definisinya adalah: “Mengesakan Allah dalam ibadah dan ketaatan”.

Oleh sebab itu realisasi yang benar dari tauhid uluhiyah hanya bisa terjadi dengan dua dasar; Pertama, memberikan semua bentuk ibadah hanya kepada Allah SWT, semata tanpa adanya sekutu yang lain. Kedua, hendaklah semua ibadah itu sesuai dengan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya melakukan maksiat.


3. Tauhid Asma’Wash-Shifat


Jenis tauhid yang ketiga adalah tauhid Asma’Wash-Shifat. Definisi tauhid al-asma wa ash-shifat artinya pengakuan dan kesaksian yang tegas atas semua nama dan sifat Allah yang sempurna, masih dikutip dari buku Pengantar Studi Aqidah Islam oleh Muhammad Ibrahim Bin Abdullah Al-Buraikan.


Allah Swt menetapkan sifat-sifat bagi diri-Nya secara rinci. Yaitu dengan menyebut bagian-bagian kesempurnaan itu satu persatu. Menetapkan sifat mendengar dan melihat bagi diri-Nya sendiri. Tetapi Allah SWT juga menafikan sifat-sifat kekurangan dari diri-Nya. Hanya saja penafikan itu bersifat umum.


Artinya, Allah SWT menafikan semua bentuk sifat kekurangan bagi dirinya yang bertentangan dengan kesempurnaan-Nya secara umum tanpa merinci satuan-satuan dari sifat-sifat kekurangan tersebut. Terkadang memang terjadi sebaliknya, yaitu bahwa Allah SWT menetapkan sifat-sifat bagi dari-Nya secara global dan merinci sifat-sifat kekurangan yang ingin dinafikan. 


Komentar