FIQH IBADAH


Definisi Fiqih Ibadah

Menurut etimologi, kata fiqih (اْلفقهِ) berasal dari bahasa Arab yang berarti pemahaman atau pengetahuan, baik itu secara mendalam maupun dangkal. Smentara itu, secara istilah, fiqih mengacu kepada ilmu yang membahas masalah-masalah hukum Islam yang praktis.
Ada pun menurut para ahli fiqh (fuqaha), fiqih adalah mengetahui hukum-hukum syara' yang menjadi sifat bagi perbuatan para hamba (mukallaf), yaitu wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah.
Imam Syafii memberikan definisi yang komprehensif mengenai definisi fiqih, seperti dikutip dari buku Fiqih Ibadah oleh Yulita Futria Ningsih, “Fiqih adalah pengetahuan tentang hukum syarak yang berhubungan dengan amal perbuatan, yang digali dari dalil yang terperinci.


Sementara itu, definisi ibadah adalah mendekatkan diri kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Penjelasan ini disadur dari laman resmi Kementerian Agama (Kemenag).
Ibadah juga bisa dimaknai sebagai ketundukan atau penghambaan diri kepada Allah SWT, Tuhan yang Maha Esa. Bentuk ibadah di antaranya meliputi semua bentuk perbuatan manusia di dunia, yang dilakukan dengan niat mengabdi dan menghamba hanya kepada Allah SWT.
Maka dari itu, semua tindakan orang mukmin yang dilandasi dengan niat yang tulus untuk mencapai ridha Allah SWT dipandang sebagai ibadah. Beberapa contoh yang disebut sebagai ibadah adalah salat, haji, zakat, dan masih banyak lagi.
Berdasarkan pengertian fiqih dan ibadah di atas, maka cakupan fiqih ibadah meliputi hukum syariat yang menyangkut seluruh aktivitas seorang hamba yang dilakukan karena mengharap keridhaan Allah SWT.
Aktivitas tersebut tidak terbatas hanya yang berkaitan dengan kegiatan yang menghubungkan seorang hamba dengan Allah SWT, akan tetapi juga meliputi semua kegiatan yang dilakukan seorang hamba dalam hubungannya dengan sesama manusia.

Prinsip Fiqih Ibadah

Agar aktivitas fiqih ibadah dapat diterima di sisi Allah SWT, ada sejumlah prinsip yang harus dipenuhi. Merujuk buku Modul Fikih Ibadah oleh Rosidin, prinsip fiqih ibadah tersebut di antaranya:

1. Muraqabah

Muraqabah adalah seseorang beribadah seakan-akan Allah SWT mengawasinya. Dia yakin bahwa Allah SWT senantiasa bersamanya dalam setiap aktivitas, gerak maupun diam.

2. Ikhlas

Makna dari ikhlas adalah seseorang beribadah semata-mata karena mengharapkan ridha Allah SWT. Tidak begitu mempedulikan harapan mendapatkan pahala maupun takut siksa. Termasuk juga, mencegah diri dari riya', yaitu beramal agar mendapatkan perhatian dari manusia.

3. Disiplin waktu

Hendaknya, seseorang yang ingin mengerjakan ibadah harus sesuai dengan waktunya. Bahkan, yang lebih baik adalah bergegas beribadah di awal waktu. Misalnya, sudah masuk waktu zuhur, maka tundalah dahulu pekerjaan yang sedang dilakukan untuk melakukan salat zuhur.

Ruang Lingkup Fiqih Ibadah

Menurut Ibnu Taimiyah, ruang lingkup fiqih ibadah mencakup semua bentuk cinta dan kerelaan kepada Allah SWT, baik dalam perkataan maupun perbuatan.
Sementara menurut Zaenal Abidin dalam buku Fiqh Ibadah, ruang lingkup fiqih ibadah digolongkan menjadi dua, yakni:


1. Ibadah Umum

Ini artinya ibadah yang mencakup segala aspek kehidupan dalam rangka mencari keridhaan Allah SWT. Unsur terpenting dalam melaksanakan segala aktivitas kehidupan di dunia ini agar benar-benar bernilai ibadah adalah niat yang ikhlas untuk memenuhi tuntutan agama dengan menempuh jalan yang halal dan menjauhi jalan yang haram.

2. Ibadah Khusus

Ini berarti ibadah yang macam dan cara pelaksanaannya ditentukan dalam syara' (ditentukan oleh Allah dan Nabi Muhammad SAW). ibadah khusus ini bersifat tetap dan mutlak, manusia tinggal melaksanakan sesuai dengan peraturan dan tuntutan yang ada, tidak boleh mengubah, menambah, dan mengurangi, seperti tuntutan bersuci (wudhu), salat, puasa ramadhan, ketentuan nisab zakat.

Secara garis besar, ruang lingkup fiqih ibadah ini sebagaimana dikemukakan Wahbah Zuhayli adalah sebagai berikut:
  1. Taharah;
  2. Shalat;
  3. Penyelenggaraan jenazah;
  4. Zakat;
  5. Puasa;
  6. Haji dan umroh;
  7. I'tikaf;
  8. Sumpah dan kaffarah;
  9. Nazar;
  10. Qurban dan aqiqah.

Dalil tentang Fiqih Ibadah



Berikut adalah beberapa dalil tentang fiqih ibadah seperti yang diterangkan dalam buku Fiqh Ibadah karya Zaenal Abidin:

1. Dalil dalam Alquran

Allah SWT berfirman:
قُلْ اِنَّمَآ اَنَا۠ بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوْحٰٓى اِلَيَّ اَنَّمَآ اِلٰهُكُمْ اِلٰهٌ وَّاحِدٌۚ فَمَنْ كَانَ يَرْجُوْا لِقَاۤءَ رَبِّهٖ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَّلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهٖٓ اَحَدًا ࣖ
Artinya: “Katakanlah (Muhammad), Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang telah menerima wahyu, bahwa sesungguhnya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa. Maka barangsiapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya maka hendaklah dia mengerjakan kebajikan dan janganlah dia mempersekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Tuhannya.” (QS. Al Kahfi: 110).

Ibnu Katsir RA menjelaskan maksud ayat di atas dalam Tafsirnya, maksud dari kalimat “Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh” adalah mencocoki syariat Allah (mengikuti petunjuk Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam).
Sementara pada kalimat “Janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Tuhannya” maksudnya, yakni selalu mengharap wajah Allah semata dan tidak berbuat syirik pada-Nya.

2. Dalil dalam hadis

Hadis pertama dari 'Umar bin Al Khottob, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niat. Dan setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Barangsiapa yang berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya adalah pada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang hijrah karena dunia yang ia cari-cari atau karena wanita yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya berarti pada apa yang ia tuju (yaitu dunia dan wanita).
Hadis kedua dari Ummul Mukminin, 'Aisyah radhiyallahu 'anha, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.




Komentar

Postingan Populer